(Ist)
Dengan payung hukum ini, diharapkan kepastian hukum bagi operator yang ingin
melakukan 'perkawinan' atau aksi korporasi lainnya dapat lebih teratur.
"Aturan ini dibutuhkan karena fenomena konsolidasi di antara operator semakin
mendekati kenyataan. Sekarang dengan 11 operator pasti lama-lama ada yang merapat ke yang lebih kuat," ujar Dirjen Postel, Muhammad Budi Setiawan.
Selain itu, lanjut Budi, sebagai lembaga teknis, Postel juga harus memastikan dapat menjaga aset negara yang dipegang operator seperti frekuensi dan penomoran.
"Kami ingin mencegah terjadinya monopoli di pasar," tegasnya ditemui di sela
Rakornas Kominfo 2010 di Menara Bidakara Jakarta, Senin (25/10/2010).
Ia menambahkan, walau aksi PKA banyak berkaitan dengan kebijakan satu korporasi, namun Postel wajib mengantisipasi adanya perdagangan aset negara yang dikuasai operator.
"Kita tidak mau PKA itu karena daya tarik aset negara dikuasai satu entitas bisnis. Aset negara di industri telekomunikasi ini sumber daya terbatas dan tidak ada hak korporasi memperdagangkannya," pungkasnya.
( ash / rns )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar