Ilustrasi (Ist.)
Menurut studi dari perusahaan hubungan masyarakat dan komunikasi Burson-Marsteller, baru 40 persen perusahaan di Asia yang terdaftar di Wall Street Journal’s Asia 200 Index yang telah memanfaatkan kemajuan teknologi ini.
Itu pun lebih dari 55 persen di antaranya memiliki profil yang tidak aktif. Dan hanya 18 persen dari survei tersebut menunjukkan perusahaan yang menghubungkan profil sosial medianya ke situs korporat mereka.
Sebaliknya, studi Burson-Marsteller's Fortune Global 100 Social Media Check-Up, yang dilakukan pada bulan Februari tahun ini, menunjukkan bahwa 79 persen dari perusahaan-perusahaan global menggunakan situs sosial media mereka sebagai bagian dari komunikasi perusahaan mereka.
"Perusahaan-perusahaan di Asia perlu mengambil langkah yang tegas untuk menjawab meledaknya penggunaan kanal sosial media di wilayah Asia,” ujar Bob Pickard, Presiden dan CEO Burson-Marsteller Asia-Pasifik.
"Beberapa perusahaan telah mengambil langkah ini secara strategis. Kebanyakan terlihat dipicu oleh pertimbangan pemasaran jangka pendek atau adanya kekhawatiran mengenai sumber daya, biaya atau kurangnya pemantauan atas pesan dan isinya," imbuh Bob, dalam keterangannya, Jumat (29/10/2010).
Penggunaan sosial media di Asia oleh perusahaan cenderung terfokus untuk mendorong informasi daripada untuk melibatkan para pemangku kepentingan. Padahal kanal sosial merupakan kanal yang paling sering digunakan untuk mengkomunikasikan inisiatif tanggung jawab korporat.
"Temuan ini menggambarkan keadaan perusahaan pada umumnya di Indonesia, dimana kebanyakan korporasi besar belum menjadikan saluran sosial media sebagai sarana komunikasi untuk menjangkau para pemangku kepentingannya," kata Daisy Primayanti, Market Leader Burson-Marsteller Indonesia.
"Ada beberapa contoh penggunaan media sosial, seperti Facebook yang digunakan sebagai alat komunikasi oleh salah satu perusahaan farmasi di Indonesia, Kalbe Farma. Akan tetapi ini merupakan pengecualian, karena saat ini perusahaan-perusahaan di Indonesia masih cenderung mengandalkan media cetak sebagai sarana untuk menyampaikan pesan mereka," imbuhnya.
Namun, lanjut Daisy, tren ini akan berubah seiring dengan waktu. Pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir ini dan arahan globalisasi perusahaan besar di Indonesia dan khususnya dengan maraknya pengguna mikroblogging seperti Twitter di Indonesia, menunjukkan perusahaan-perusahaan saat ini sudah mulai mempertimbangkan penggunaan media sosial untuk membangun hubungan dengan para pemangku kepentingan.
Penghalus Citra
Sementara itu, menanggapi studi tersebut, Charlie Pownall, lead digital strategist Burson-Marsteller Asia-Pasifik mengatakan, keterlibatan yang sesungguhnya melibatkan komunikasi dua arah dengan mengukur jumlah rata-rata posting yang masuk dan jumlah rata-rata tanggapan dari perusahaan terhadap para pengikutnya, tetap terbatas.
"Sebaliknya, perusahaan menggunakan sosial media untuk menggambarkan citra perusahaan yang 'lebih halus' dimana tidak dimungkinkan adanya interaksi atau komentar yang negatif," tukasnya.
Dari perusahaan-perusahaan yang mengambil pendekatan yang lebih tegas untuk media sosial, studi ini menjelaskan bahwa secara umum perusahaan tersebut terfokus pada adanya ekspansi internasional. Namun demikian, keterlibatan ini terlihat kontras dengan perusahaan global lainnya, khususnya mengenai penggunaan video dan multimedia untuk mendukung cerita melalui digital.
Hanya delapan persen dari perusahaan terdepan di Asia telah membentuk kanal khusus di luar kanal bersama seperti YouTube, Youku di Cina atau Nico Nico Douga di Jepang. Sementara, jumlah perusahaan global yang menggunakan kanal serupa mencapai 50 persen.
"Interaksi sosial secara online merupakan aktifitas utama yang mana aktifitas tersebut telah mendominasi pengguna media di banyak pasar dan merupakan gaya hidup bagi banyak konsumen yang membutuhkan informasi. Dan ini jelas menggambarkan bahwa perusahaan-perusahaan besar di Asia Pasifik sedikit tertinggal dengan perusahaan-perusahaan sejenis di wilayah barat dalam menggunakan kanal tersebut dalam pendekatan strategisnya," ujar Bob Pickard, kembali berkomentar.
"Untuk mengambil kesempatan penuh dari tren ini, perusahaan-perusahaan terdepan di Asia harus menggunakan sosial media sebagai bagian penting dari pemasaran dan komunikasi perusahaan, baik di dalam maupun luar negeri," ia menandaskan.
Studi Sosial Media Burson-Marsteller ini sendiri mengulas dan menganalisa kegiatan sosial media yang dilakukan 120 perusahaan besar di 12 pasar di Asia Pasifik. Seperti di Australia, Cina, Hong Kong, India, Indonesia, Jepang, Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan, Taiwan dan Thailand.
Survei terhadap perusahaan-perusahaan ini juga menggabungkan 10 perusahaan besar dari masing-masing negara seperti yang terdaftar di Wall Street Journal Asia 200 Index pada tahun 2009. ( ash / rns )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar