Yogyakarta - Operating System (OS) Linux, khususnya Ubuntu, terkesan belum begitu banyak diadopsi oleh masyarakat di tanah air. Namun ternyata, adopsi OS gratis ini sesungguhnya lebih banyak dari yang tampak di permukaan.
"Sebenarnya banyak, tapi kurang terekspos. Misalnya, kemarin saya kaget ada orang dari Jerman memakai Ubuntu sudah dua tahun. Di lingkungan kampus juga sudah cukup banyak," tukas Dedy Hariyadi, Bendahara Ubuntu Indonesia.
Menanggapi kesan Ubuntu itu sukar, Dedy mengatakan sebenarnya hanya masalah kebiasaan. Dedy mengibaratkan, orang yang sudah terbiasa memakai motor matic mungkin menganggap memakai motor dengan gigi persneling itu sukar. Padahal prinsipnya, mengendarai motor itu sama saja. Demikian pula dengan pemakaian Ubuntu jika dibanding OS lainnya.
Dedy menambahkan adopsi open source di lingkungan pemerintahan sudah cukup sukses dan merata. Di lingkungan pemerintahan Aceh dan Yogyakarta misalnya, pemakaian software open source semakin berkembang. Bahkan di Nusa Tenggara Barat, adopsi open source sedikit banyak sudah diterapkan.
"Saya dapat selentingan, di rancangan undang-undang e government, pemerintah harus memakai software legal. Jadi monggo, kalo mampu beli ya silakan. Kalau tidak ya ada pilihan lain," ujar Dedy.
Komunitas Ubuntu sendiri terus berusaha mendorong perkembangan open source di Indonesia. Misalnya mereka turut terlibat menyelenggarakan workshop untuk guru dan kepala sekolah. Ada juga pelatihan para trainer sampai sosialisasi dooor to door ke lingkungan pemerintahan.
( fyk / eno )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar