Menara BTS (dok. inet)
Jakarta - Penggunaan perangkat penguat sinyal atau repeater mulai mengkhawatirkan. Kementerian Kominfo sendiri telah menemukan sejumlah kasus pemakaian repeater ilegal yang bisa diancam pidana penjara enam tahun serta denda Rp 600 juta.
Menurut Rachmad Widayana, Kasubdit Analisa dan Evaluasi Frekuensi Kominfo, pihaknya telah menemukan banyak kasus penggunaan repeater tanpa izin atau tidak sesuai sertifikasi perangkat.
"Perangkat tersebut seharusnya tidak diperbolehkan untuk dipakai karena memancarkan frekuensi yang range-nya all band, atau mencakup 800, 900, dan 1800 MHz," kata Rachmad dalam sosialisasi di Hotel Millenium, Jakarta, Rabu (3/11/2010)
Kebanyakan pengguna repeater ilegal ini berasal dari Batam, Surabaya Jakarta. Kominfo juga telah melakukan razia repeater di daerah tersebut karena keberadaannya mengganggu frekuensi layanan telekomunikasi.
"Oleh sebab itu, Kominfo beserta para operator akan menyosialisasikan penggunaan spektrum frekuensi dan perangkat radio," kata Rahmad.
Asosiasi Telekomunikasi Selular Indonesia (ATSI) selaku perwakilan operator mendukung langkah Kominfo untuk menyosialisasikan masalah ini agar tidak terus berlanjut dan menjaga kondisi agar layanan masyarakat bisa terlayani sesuai standar kualitas layanan.
"Repeater yang digunakan masyarakat terus memancarkan sinyal sehingga sangat mengganggu kinerja base transceiver station (BTS) milik operator seluler yang lokasinya berdekatan," kata Toto Suwandi dari ATSI.
Di dalam pasal 38 UU Telekomunikasi No.36/1999 menyatakan, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggara telekomunikasi.
"Maka sanksi pelanggaran untuk gangguan tersebut diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp 600 juta rupiah," tandas Rahmad.
( rou / wsh )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar