Edi Kurnia (rou/inet)
"Tidak gampang merealisasikan konsolidasi ini. Kami tidak mau terburu-buru. Jadi sudah pasti tidak tahun ini," kata PGS Head of Corporate Communication Telkom Eddy Kurnia di Restoran Sari Kuring, Jakarta, Kamis (16/12/2010).
Eddy juga menegaskan rencana konsolidasi ini tidak masuk dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang akan berlangsung besok, Jumat 17 Desember 2010.
Lebih lanjut ia menjelaskan, saat ini belum ada tahapan-tahapan yang mengarah lebih jauh terkait aksi korporasi ini, walau tim internal secara terus-menerus melakukan kajian terkait legal compliance, keuangan, infrastruktur, Sumber Daya Manusia (SDM), lisensi, dan frekuensi.
"Kami bergerak di industri dengan tingkat persaingan yang ketat. Masalah konsolidasi itu tidak hanya bicara dengan satu operator, tetapi semuanya. Sejauh ini dengan Bakrie yang cocok dilihat dari skala ekonomis," tuturnya.
Dipastikan olehnya, dalam konsolidasi yang terjadi nanti, posisi Telkom akan mayoritas sebagaimana yang terjadi dengan aksi akuisisi selama ini dilakukan oleh perseroan.
"Kami tentu harus mayoritas. Sama seperti mengakuisisi Admedika, Sigma Cipta Caraka, atau Scicom," tegasnya.
Ditegaskan pula olehnya, Telkom pun akan menjadikan entitas baru nantinya sebagai perusahaan yang sehat.
"Masalah hutang dari rekanan tentu kita akan jeli mengevalusinya. Kita tidak ceroboh, terutama masalah hutang," jelasnya.
Rencana konsolidasi ini berulang kali ditentang karyawan Telkom. Ketua Umum DPP Serikat Karyawan Telkom Wisnu Adhi Wuryanto menegaskan pihaknya, masih dalam posisi menolak rencana konsolidasi Flexi-Esia.
"Kami tetap dalam posisi menolak. Jika ada direksi dan komisaris Telkom yang pro penjualan aset negara masih terpilih pada RUPSLB besok, kami minta diganti," tegasnya.
Karyawan khawatir, jika konsolidasi terjadi, unit usaha baru itu akan dijual ke investor asing seperti dari Korea Selatan dan China. "Jika itu benar terjadi namanya penjualan aset negara secara serampangan. Ditambah lagi beban hutang Bakrie sebagian ditanggung oleh Telkom," ketusnya.
Berdasarkan laporan keuangan Bakrie Telecom per Juni 2010, pada 16 Juli 2010 salah satu emiten Grup Bakrie ini kembali berutang sebesar US$ 30 juta.
Setelah itu pada 12 Agustus 2010 berhutang RMB 2 miliar dari Industrial and
Commercial Bank of China dan Huawei Technologies Co. Ltd.
Tambahan utang ini membuat beban bunga yang dibayarkan oleh Bakrie kembali menanjak sehingga menekan bottom line perseroan. Tercatat, laba bersih Bakrie pada semester I lalu anjlok drastis 96,29% dari Rp 72,8 miliar menjadi tinggal Rp 2,7 miliar.
( rou / rns )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar