ilustrasi (inet)
Jakarta - Karena printer di rumah lagi rusak, terpaksa pagi-pagi sekali saya lari ke warnet dekat komplek untuk ngeprint sesuatu.
Belum pukul sembilan pagi, dan agak kaget mendapati warnet tersebut sudah lumayan ramai. Dari belasan komputer yang dipisahkan oleh kubikel-kubikel, hanya tersisa beberapa tempat kosong.
Tebak siapa pengunjung terbanyak di warnet tersebut?
Anak-anak.
Dilihat dari tampilan fisik dan gaya berpakaiannya, usia mereka paling-paling baru sepuluh atau sebelas tahun. Dan hampir semuanya --entah harus disyukuri atau gimana-- sedang sibuk dengan game online.
Sayangnya saya tidak sempat mengamati lebih jauh, game apa saja yang sedang mereka mainkan. Segera setelah urusan ngeprint selesai, saya segera cabut, karena di rumah, urusan-urusan lain sudah menunggu.
Sedih melihat sepagi itu, anak-anak seusia mereka lebih memilih untuk nongkrong di warnet ketimbang main sepeda atau melakukan kegiatan lain di rumah masing-masing. Sebagai seorang ibu, saya hanya bisa berharap bahwa game yang mereka tekuni kemarin pagi itu tergolong jenis permainan yang 'aman' untuk anak-anak. Sama sekali aman, barangkali terlalu muluk. Sejauh yang saya tahu, hampir semua game online masih mengandung unsur kekerasan.
Lebih jauh lagi, semoga mereka memang 'hanya' nge-game. Bukan bermain-main di situs-situs yang bukan untuk konsumsi anak seumuran mereka. Juga --mudah-mudahan-- bocah-bocah ini tidak sedang main facebook.
Kenapa facebook? Kenapa bukan blog atau twitter, misalnya?
Blog dan twitter, memang tak mungkin sepenuhnya aman. Berseluncur di internet, semua orang tentu paham, selalu ada risiko untuk kepeleset. Apalagi untuk anak-anak yang masih di bawah umur seperti yang saya lihat pagi itu. Tanpa pengawasan dari orang yang lebih dewasa, saya ngeri membayangkan kemungkinan-kemungkinan buruk apa saja yang dapat menimpa mereka. Dan sampai saat ini, sudah tak terhitung, berapa kali kita membaca berita tentang kejahatan dunia maya, yang sebagian besar korbannya adalah anak-anak.
Tebak lagi, channel mana yang paling rentan dan gampang ditembus oleh para predator ini? Facebook.
Jadi lucu dan ironis aja rasanya kalau kita hanya ribut soal situs porno. Padahal yang dibutuhkan masyarakat kita saat ini, dan sudah sangat mendesak, adalah sistem pengawasan terhadap penggunaan koneksi internet dalam skala lebih luas.
Sudahkah ada regulasi dan sanksi yang jelas bagi warung-warung internet, yang membiarkan anak-anak menggunakan jasa mereka tanpa pengawasan? Jika kita gunakan alasan 'ah, namanya juga industri. namanya juga usaha, yang penting mereka dapet duit', rasanya kok ya terlalu menggampangkan masalah. Tapi di negeri ini, jika boleh bicara pahit, memang begitulah keadaannya.
Upaya yang paling masuk akal dan bisa dilakukan oleh siapa saja, seharusnya memang memperketat pengawasan orangtua terhadap kegiatan berinternet anak-anak mereka.
Ah, sedih ya? Di mana ibu kalian, nak? :)
Tentang Penulis: Venus adalah seorang blogger dan social media specialist. Ia bisa dihubungi di http://venus-to-mars.com atau melalui akun @venustweets di Twitter. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar