Jakarta - PT Axis Telekom Indonesia secara bertahap mulai melakukan migrasi frekuensi 3G di 2.1 GHz dari blok 2 dan 3 ke 'rumah barunya' di blok 11 dan 12. Hanya saja, migrasi tersebut dihadang interferensi.
GM Technology Strategy Axis Deden Machdi mengatakan, gangguan frekuensi paling parah dirasakan Axis di Bali dan Lombok.
Axis sendiri saat ini sudah 4 minggu melakukan proses migrasi. Dimana propinsi yang telah rampung dimigrasikan adalah di Sumatera Barat dan Kepulauan Riau. Sementara untuk Balikpapan masih dilakukan monitoring kualitas dan stabilitas layanan setelah baru rampung proses migrasi.
"Sementara di Bali dan Lombok, Axis mendapatkan tantangan besar karena adanya interferensi sebesar 40% dari kapasitas node B yang mengatur layanan 3G di dua propinsi itu," ungkap Deden, dalam jumpa pers terbatas di Menara Axis, Jumat (14/6/2013).
"Interferensi 40% itu sangat besar dan telah kita pantau selama sekitar 24 jam. Akhirnya, kita kembalikan lagi ke blok 2 dan 3," imbuhnya.
Axis tentu tidak mau mengambil risiko gangguan layanan. Dimana kualitas layanan mereka langsung anjlok dari angka normal saat dicoba dipindahkan ke blok 11 dan 12 di Bali dan Lombok.
Dimana dalam kondisi normal Call Setup Success Rate Axis minimal mencapai 98%, sedangkan Call Dropped Rate maksimal 1%.
Terlebih jumlah pengguna Axis dua propinsi tersebut cukup besar, sekitar 500 ribu pengguna dan ditopang oleh 184 node B untuk layanan 3G.
"Jika ini dibiarkan maka pelanggan Axis bakal teriak. Karena layanan 3G kami di dua propinsi itu buruk," imbuh Demitry Darlis, Senior Manager Regulatory Affairs Axis, di tempat yang sama.
Ia menambahkan, refarming alias penataan ulang blok 3G di 2.1 GHz menjadi berdampingan (contigous) seharusnya untuk mendapatkan kualitas layanan yang lebih baik.
"Hanya saja, karena adanya interferensi ini kualitas layanan malah sebaliknya, tidak menjadi lebih baik," Demitry menyayangkan.
Axis sendiri telah melaporkan interferensi yang membuat kualitas layanannnya drop di Bali dan Lombok itu kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai regulator.
"Kita selama ini telah menjalankan aturan Permen No 19/2013 (yang mengatur relokasi blok 3G 2.1 GHz). Ini kita telah coba melakukan migrasi dan ini hasilnya. Mari stakeholder terkait (Regulator dan Penyelenggara PCS 1900-red.) untuk membahas ini bersama-sama. Langkah kita sekarang kembali lagi ke Permen No 19/2013, semua sudah diatur di situ," lanjut Demitry.
Aturan Relokasi 3G
Dalam Permen Kominfo No 19/2013 tentang Pemindahan Alokasi Pita Frekuensi Radio 2,1 GHz beberapa hal yang diatur dalam proses migrasi tersebut antara lain penataan ini dilaksanakan dengan mekanisme dan tahapan pemindahan alokasi pita frekuensi radio yang paling sedikit, dan mempertimbangkan jumlah stasiun pemancar radio base station (BTS) yang harus diatur ulang (re-tuning) frekuensinya.
Mekanisme penataan tersebut secara berurutan, yakni Axis yang sebelumnya menempati blok ke-2 dan 3 wajib melakukan re-tuning di blok baru, blok 11 dan 12. Hal ini berlaku pula pada operator Tri di blok 6 untuk re-tuning di blok 2. Diikuti Indosat, yang wajib re-tuning frekuensi ke blok 6 dari sebelumnya di blok 8.
Kemudian, Telkomsel yang mendapatkan lisensi tambahan di blok 11 juga wajib re-tuning frekuensi ke blok 3. Diikuti XL yang re-tuning dari blok 12 ke blok 8.
Selain itu, Peraturan Menteri juga mengatur mekanisme perpindahan melalui tahapan pemindahan alokasi pita frekuensi radio berbasis propinsi. Pemegang lisensi juga wajib mematuhi jadwal tahapan penataan ulang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 peraturan tersebut.
Apabila terdapat perangkat pemancar milik PCS1900 belum memenuhi batasan level emisi spektrum (spectrum emission mask), tetapi belum berpotensi menimbulkan gangguan yang merugikan (harmful interference), Balai Monitoring wajib memberitahukan kepada penyelenggara PCS1900 (Smart Telecom) untuk memenuhi batasan level emisi spektrum.
Jika perangkat pemancar milik PCS 1900 MHz belum memenuhi batasan level emisi spektrum dan telah teridentifikasi menimbulkan gangguan terhadap perangkat penerima di BTS milik penyelenggara UMTS, Balai Monitoring perlu melakukan koordinasi kepada PCS 1900 dan UMTS untuk melaksanakan prosedur koordinasi .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar